PERJANJIAN CARTER KAPAL NIAGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA
Abstract
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menerapkan asas cabotage.Asas ini secara signifikanterbukti meningkatkan penggunaan kapal berbendera Indonesia dalam seluruh aktivitas kegiatan usaha sektorpelayaran di wilayah hukum Indonesia, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap kapal berbenderaasing.Asas tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap dinamika kebutuhan perusahaan angkutan niagauntuk menyewa kapal, baik asing maupun sesama kapal niaga Indonesia melalui mekanisme the chartering ofvessels atau charter party, kecuali apabila kebijakan Tol Laut pemerintah sekarang ini betul-betuldiimplementasikan.Secara umum terdapat tiga jenis charter party yaitu voyage charter, time charter danbareboat charter. Isi perjanjian carter kapal ini sepenuhnya tunduk pada kebebasan para pihak. Namun demikiandi dalam praktek pelayaran niaga, dikenal berbagai jenis perjanjian carter yang berbentuk standard charterparty (approved documents) yang mengatur antara lainklausula-klausula esential atauadditional clause danharus dipahami dengan baik oleh para pihak. Pemahaman ini penting karena berdampak tidak saja bagi parapihak yang terikat charter party, tetapi juga terhadap tanggung jawab mereka atas kerugian pihak penggunajasa angkutan.
Keywords
Full Text:
pdfDOI: https://doi.org/10.26905/idjch.v6i1.682
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 Jurnal Cakrawala Hukum
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Jurnal Cakrawala Hukum This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. |